Sudah hampir 3 tahun setelah gw menjadi manager di tiket, banyak sekali pelajaran yang gw pelajari dari mulai mengatur tempo kerja tim, melakukan hiring, coaching dan mentoring serta masih banyak hal lainnya. Dalam tulisan gw sebelumnya disini, bagian essensial dari seorang manager adalah people management yang terdiri dari Hiring, MPP dan Firing. Dalam MPP sendiri ada salah satu komponen penting yang disebut dengan Retaining. Mengapa retaining termasuk bagian dari man power planning? karena pada dasarnya orang yang akan dipertahankan merupakan bagian dari sebuah tim yang telah diperhitungkan sebelumnya, oleh karena itu jika orang tersebut tiba-tiba resign, maka butuh segera dicari penggantinya. Mari kita bahas lebih lanjut apa saja yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan anggota tim.
Sebelum mempertahankan seseorang, perlu dikenali terlebih dahulu alasan seseorang resign. Biasanya orang resign karena beberapa hal berikut.
- Monetary.
- Better opportunity (ex: new level/promotion).
- Weak leadership.
- Toxic environment.
- New challenge.
- Healing.
- Bored.
Bisa dibilang, gw sudah pernah mempertahankan dari berbagai alasan yang pernah dilontarkan oleh orang yang mengajukan resign di tim gw. Tentu saja ada yang memang gw perjuangkan untuk tetap dipertahankan, namun ada juga yang memang gw let it go. Mari kita bahas satu per satu.
Alasan monetary adalah alasan yang paling klasik yang bisa dibilang menjadi faktor penggerak untuk orang resign. Gw sendiri biasanya melihat dulu apakah orang ini memang mata duitan (LOL) atau memang gajinya dibawah standard atau memang masih ada ruang untuk naik yang berada di range level orang tersebut. Untuk kasus monetary biasanya gw selalu ngobrol dengan tim people terlebih dahulu untuk berkonsultasi mengenai apakah orang tersebut salarynya masih bisa di-raise apa tidak. Bagian paling essential disini adalah apakah company secara terbuka memberikan informasi mengenai salary slip anggota timnya kepada managernya atau tidak. Hal ini sangat penting karena ketika manager mendapatkan akses informasi tersebut, ini mempermudah kolaborasi antara manager dan tim people dalam memutuskan apakah orang yang mengajukan resign dapat dipertahankan atau tidak.
Dalam kasus tertentu, gw biasanya masih mencoba mempertahankan anggota tim yang bisa dibilang mata duitan. Hal ini biasanya gw lakukan karena telah memenuhi 2 syarat yakni sudah bekerja 1 tahun dan juga memang key player di tim. Kalau belum 1 tahun lalu key player bagaimana? Biasanya gw berkonsultasi sama atasan gw dulu, karena walaupun key player jika sudah tidak puas dengan masalah gaji biasanya ke depannya akan problematik (mengajukan resign kembali). Jika gw mendapatkan lampu hijau, maka biasanya gw akan lanjutkan untuk dipertahankan. Bagaimana sebaliknya (bukan key player) namun sudah bekerja 1 tahun? Most probably gw akan let it go, unless gw bener-bener sudah tidak mempunyai resource lagi di tim gw. Dalam perjalanan karir gw, retain paling banyak hanya bisa dilakukan 1x dan jika yang bersangkutan mengajukan resign lagi, you should let it go karena memang pada dasarnya sudah tidak ingin bekerja di perusahaan tersebut (ya mata duitan tadi). Sebagai contoh pada tahun 2019 ada salah satu anggota tim gw yang mengajukan resign karena katanya mau beli mobil, karena memang key player saat itu akhirnya dipertahankan. 1 tahun berselang yakni 2020, orang tersebut mengajukan resign kembali dengan alasan mau bangun rumah. Kebayang donk tahun depan (kalau dipertahankan kembali), orang ini mungkin mau beli ruko, bangun gedung di Sudirman atau gak tau deh apa lagi maunya.
Model monetary berikutnya adalah yang gajinya dibawah standard. Untuk case ini sebenarnya bisa dibilang gampang-gampang susah. Kenapa demikian? karena comparenya biasanya dibandingkan dengan salary slip yang diterima di perusahaan barunya. Jika perusahaan barunya memberikan kenaikan pada level yang unimaginable seperti naik 2x salary, biasanya perusahaan yang sekarang cenderung let it go karena kurang sehat (walaupun kita tahu, secara salary memang dibawah standard). Gw sendiri pernah bertemu dengan case ini, dan memang kalau mau naik di sekitaran 35% saja, itu sudah setengah mati untuk memperjuangkannya. Oleh karena itu biasanya perusahaan menyiasatinya dengan menggunakan benefit lain seperti uang makan, transport dan bonus (biasanya ini miss diperhitungkan oleh orang karena hanya fokus pada basic salary saja). Hanya saja ini kembali lagi kepada orang yang mengajukan resign tersebut. Kalau masi range di salary gimana? Ya naikin aja, toh kan masih masuk range salary.
Model monetary terakhir adalah yang gajinya sudah berada dalam range atau bahkan di pucuk (udah kayak saham aja LOL). Yang ini bisa dibilang cukup challenging karena dalam bahasa people (hazek), salary range itu punya yang namanya CR (Comparative Ratio) yang berarti ada batas dimana kenaikan salary itu masih dalam keadaan sehat apa tidak. Sebagai contoh range salary software engineer adalah 5-10 mio, maka CR nya adalah 80% dari range yang berarti sekitar 8 mio. Angka idealnya sendiri biasanya memang di range 80% dan mulai mengkhawatirkan jika sudah lebih dari 110% yang berarti 11 mio. Mengkhawatirkan disini adalah karena ruang untuk stretch dalam kenaikan gaji tahunan akan semakin kecil dan mungkin jika orang tersebut untuk mau naik lebih adalah harus naik ke level berikutnya (promosi). Masalah terbesar adalah jika orang tersebut memang belum waktunya untuk naik ke level berikutnya (dipromosikan).
Bagian terpenting dalam retain dengan alasan monetary adalah manager harus benar-benar memahami trade off dari keputusan yang diambil terutama bagi kelangsungan jangka panjang untuk seluruh anggota tim. Apabila memang ada anggota tim yang gajinya sudah melewati range namun belum bisa dipromosi (karena mungkin memang belum saatnya atau mungkin posisinya belum ada), you should let it go. Meskipun orang tersebut adalah key player di tim karena lebih baik mengorbankan 1 atau 2 orang agar tim bisa bergerak dalam waktu yang lebih panjang (sacrifice few to save more people). Dan satu lagi, untuk selalu menjaga hubungan baik dengan orang tersebut, karena bisa saja suatu saat nanti, kita bisa bekerja kembali dengan orang tersebut. Pada tahun 2021 salah satu senior di tim gw harus gw let it go pada saat itu karena ketika melihat salarynya sudah cukup tinggi sedangkan untuk naik lebih tidak memungkinkan jika tanpa promosi. Tahun 2022, gw mengajak orang tersebut bergabung dengan posisi yang lebih tinggi karena memang posisinya sendiri sudah ada dan kebetulan orangnya memang tidak mempunyai masalah di tiket (tetap menjalin hubungan baik dengan lead yang ada sekarang).
Lanjut ke yang berikutnya yakni opportunity yang lebih baik. Beberapa orang yang resign biasanya mendapatkan kesempatan yang lebih baik bukan hanya dari sisi monetary namun juga dari sisi posisi seperti dari software engineer menjadi senior software engineer atau bahkan lead software engineer. Biasanya untuk case seperti ini gw melihat dahulu untuk profil orangnya (ya yang monetary juga begitu kan LOL). Perbedaan dengan monetary, biasanya mereka yang mendapatkan better opportunity memang secara level sudah bisa naik ke level berikutnya karena memang timing antara promosi dengan waktu pengajuan resign biasanya beda-beda tipis. Kalau begini biasanya tinggal diatur saja perjanjian dengan orang tersebut bahwa promosi akan dipercepat maka (biasanya) masalah langsung beres. Lalu bagaimana dengan yang memang belum siap naik tapi dapat better opportunity? Once again, you should let it go and berikan doa yang terbaik buat mereka. Ingat, orang butuh berkembang terus kan?
Alasan yang selanjutnya adalah weak leadership. Beberapa orang tentu butuh mentor dan coach dalam perjalanan karirnya karena mereka ingin terus berkembang. Dalam kasus ini bisa dibilang, seorang leader dianggap kurang mumpuni oleh anggota timnya sehingga dia memutuskan untuk resign karena ingin mencari leader yang cukup robust dalam membimbingnya. Ketika gw bertemu dengan kasus ini, biasanya gw meminta feedback terlebih dahulu kepada orang yang mau resign mengenai leadership apa yang kurang memuaskan menurutnya. Waktu itu diskusi mengenai masalah ini bisa dibilang cukup alot karena anggota tim tersebut merasa leadership dari gw sendiri kurang cukup kuat saat itu sehingga orang tersebut resign (sayangnya waktu itu tidak bisa dipertahankan lagi karena memang orang ini sebelumnya sudah dipertahankan jadinya harus di let it go). Dari sini gw pribadi bisa menyimpulkan bahwa gaya leadership setiap orang bisa berbeda dan mungkin bisa aja terjadi ketidakcocokan oleh 1 atau 2 orang dalam tim. Logika sederhananya adalah jika anggota tim lain tidak komplain, berarti memang yang merasa belum terpuaskan adalah anggota tim tersebut. Ingat, kita tidak bisa membuat senang semua orang.
Toxic environment juga merupakan salah satu alasan kenapa orang mengajukan resign. Sebenarnya gw juga pernah mengalami ini setahun yang lalu dan sempat ingin mengajukan resign karena merasa sangat muak dengan drama di dalam tim. Biasanya orang-orang yang mengajukan resign pada keadaan ini adalah orang yang sudah berpikir tidak jernih dan yang penting mencari ketenangan terlebih dahulu. Untungnya waktu itu ada tim yang mau menerima gw saat itu, jadi akhirnya gw memutuskan untuk tetap bekerja seperti biasa. Dalam keadaan seperti ini cara menyelamatkan anggota timnya adalah dengan memperbaiki environment yang bermasalah tersebut atau pindah ke tim lain yang lebih sehat. Jika memang masih tidak bisa, biasanya dari people akan menyarankan cuti panjang terlebih dahulu untuk bisa healing (ada yang pernah mendapat tawaran begini, tapi orangnya lebih memilih resign) atau pada akhirnya memang harus let it go. Untuk isu seperti ini company harus mengkaji ulang karena bisa jadi mereka memperkerjakan orang yang salah. Gw menemukan meme yang cocok untuk ini LOL.
A meme that a friend made. Itβs too real π pic.twitter.com/GeT05oSQLh
β Rich Burroughs (@richburroughs) April 24, 2021
Alasan berikutnya adalah tantangan yang baru (lebih menantang). Biasanya orang-orang yang mau resign dengan alasan ini emang gamau kelihatan kalau alasan sebenarnya adalah monetary saja LOL (ini beneran ya). Tetapi tentu saja ada orang-orang yang memang bosan dengan kerjaan yang begitu-begitu saja atau monoton. Dengan keadaan seperti ini biasanya manager harus memberikan tanggungjawab lebih atau berpikir memberikan tantangan yang mungkin diluar dari jobdesc aslinya. Orang yang memang mencari tantangan biasanya kelihatan ketika mereka diberikan tantangan yang baru dan biasanya akan men-challenge balik ketika diberikan tantangan tersebut. Selain itu juga orang-orang ini akan lebih bergairah ketika mendapat mentoring dan coaching dari orang yang lebih berpengalaman darinya. Lalu bagaimana kalau memang tidak ada tantangan baru? Mungkin bisa dipindahkan ke tim lain yang mungkin tempo kerjanya lebih menantang. Kalau masih tidak ada juga? Ya you should let it go (cuma biasanya yang begini akan tetap stay karena gw yakin tantangan dalam dunia IT tidak akan pernah habis). Kebetulan gw baru saja mempertahankan anggota tim yang katanya kerjaannya cuma bikin fitur product saja. Dia merasa bahwa tidak akan berkembang kalau kerjanya begitu-begitu saja. Gw pun akhirnya memberikan dia kesempatan untuk eksplore server di GCP dan akhirnya orangnya memutuskan untuk stay (tentu gajinya juga dinaikin karena memang sudah dapat offering di tempat lain, tapi masih sesuai dengan CR tiket).
Healing. Baru dengar aja ini mirip istilah anak-anak jaksel yang lagi ngetren sekarang ini ya. Tetapi memang ada orang yang mau resign karena alasan ini. Sebenarnya gw sendiri agak kurang percaya dengan orang yang mengajukan resign dengan alasan ini karena life must go on, lw perlu bayar tagihan, biaya makan dan juga kalau sudah berkeluarga, perlu memberi makan istri dan anak. Kok ya bisa resign dengan alasan healing (biasanya yang pakai alasan ini ngomongnya belum dapat kerjaan, pokonya mau chill dulu deh). Biasanya orang yang resign karena alasan ini adalah karena sudah burnout dengan pekerjaan yang dilakukan sekarang. Semua masalah dilempar ke orang tersebut sehingga dia sendiri sudah tidak bisa berpikir dengan jernih. Sebenarnya alasan resign ini mirip dengan toxic environment bahkan bisa dibilang irisan karena ada yang burnout akibat timnya toxic jadi semua pekerjaan diberikan ke satu orang saja (untungnya di tiket gak ada, atau mungkin gw gak tw LOL). Kalau sudah alasan healing, biasanya coba cari tau dulu root causenya, bantu untuk mengurangi beban pekerjaan orang tersebut. Jika perlu, berikan cuti panjang agar dia bisa beristirahat. Apabila orang tersebut masih kekeuh resign, sebagai manager mungkin bisa menawarkan kompensasi kenaikan salary sebagai pengganti rasa burnout (dengan approval people tentunya). Jika masih tidak bisa juga, ya let it go.
Yang terakhir adalah bosan. Gen Y dan milenial memang ada-ada saja kalau bikin alasan resign dari mulai healing, pengen tantangan baru (begitu dikasi tantangan bilang ga seru tapi pengen naik gaji LOL) sampai bosen sama kerjaan. Biasanya kebosanan ini hampir mirip dengan kerjaan yang begitu-begitu saja, bedanya adalah begitu dikasih tantangan baru (yang masih sesuai dengan jobdesc), orangnya gamau. Biasanya kalau sudah begini, manager cuma bisa mencari tahu apa yang ingin orang tersebut lakukan untuk menghapus rasa bosannya, syukur-syukur dia mau kerja kembali seperti biasa. Berdasarkan pengalaman gw, biasanya orangnya tetap resign LOL. Jadi kalau ketemu orang dengan alasan resign seperti, ya lw let it go aja. Hidup pasti naik turun, kalau bosan ya cuti, main sama teman, main sama sanak saudara atau lakukan hal yang buat lw semangat.
Ketika menjadi manager ada beberapa hal yang lw harus siap hadapi seperti.
- Never take it personally.
Waktu awal-awal gw jadi manager, kadang suka sebal ketika lw habis mempertahankan anggota tim, gak lama orang tersebut mengajukan resign lagi dengan alasan resign yang sama. Ya uda itu berarti lw harus let it go orang tersebut. Anggap itu sebagai pelajaran dalam memilih orang yang mau dipertahanin. - People come and go, maintain good relationship with them.
Seperti yang gw bilang, jika memang ada orang bagus di tim lw yang resign karena memang mendapatkan kesempatan lebih baik, wish him/her the best. Jika memang waktunya tiba, bisa jadi orang tersebut bakal menolong lw atau malah lw akan bekerja kembali bersama dia. - Never retain people who works less than a year.
Jika ada orang yang belum join setahun namun sudah mengajukan resign, you should let it go. We can say they have a bad attitude. Dari awal berarti memang ya cuma numpang lewat aja atau sekedar mengisi CV. However, there is always an exception. You will know when you’re mature enough when handling more people. Akan ada orang-orang spesial yang memang bisa (dan wajib) dipertahankan walau belum bekerja 1 tahun. Kebetulan contohnya ada di tim gw yang sekarang LOL.
Terakhir ada pesan bagus dari twitter buat para manager.
Hari ini ada tim yang ngajuin resign.
β Dedy Ong (@MrOngDedy) May 26, 2021
Jadi inget, dulu banget, waktu baru mulai, ada yang mau resign, rasanya patah hati. Kaya diputusin pacar. π
Sekarang? Ya udah sih. Cari lagi. Orang butuh berkembang terus kan?
Semoga tulisan gw dapat menginspirasi para tech manager diluar sana.