Perjalanan gw ke Korea Selatan bisa dibilang bukan sebagai perjalanan dinas, melainkan sebagai refreshing. Memang ada konsep dinas untuk mempelajari ilmu dari conference tapi bisa dibilang hanya 10% saja, sisanya ya jalan-jalan. Mungkin ko Nat bakal bete kalau dengar ini, hanya saja kenyataannya seperti itu. Kesalahan terbesar saat itu adalah gw tidak benar-benar mencari conference yang bisa gw pelajari dan dapat diterapkan, tapi lebih pengen habisin budget training untuk company saja. Padahal sebenarnya waktu itu ada conference yang lebih jauh dan sangat mendekati dengan best practice yang dipakai di tiket yakni php conference 2015. Seandainya saja gw tahu dari awal, gw pasti memilih kesana, cuma kalau gw milih kesana mungkin kontraknya bukan 2 tahun tapi 5 tahun. Khusus edisi kali ini gw akan bercerita mengenai edisi jalan-jalan di Korea Selatan LOL.
Dalam perjalanan dinas kali ini, gw akan lebih menyorot beberapa hal seperti:
- Pengajuan perjalanan dinas.
- Persiapan membuat visa.
- Membangun itinerary perjalanan.
- Schedule conference.
Seperti yang gw tulis di cerita gw yang sebelumnya, perjalanan dinas yang diinisiasi oleh partner jauh lebih mewah daripada yang diinisiasi oleh perusahaan. Dalam pengajuan perjalanan dinas ada hal-hal yang perlu dipahami dulu sebelum mengajukan budgetingnya. Sebagai contoh perjalanan dinas gw kali ini lebih ke arah training yang berarti hasil dari training tersebut bisa digunakan untuk kepentingan kemajuan perusahaan. Ada juga perjalanan dinas untuk memperluas network, melakukan UAT bersama partner dan lain-lain. Dikarenakan gw ke arah training, ada hal yang gw harus persiapkan terlebih dahulu.
- Mencari conference.
Tentu saja gw perlu mencari conference yang mau gw datengin donk. Tidak mungkin perusahaan yang nyariin karena inisiatif ini datangnya dari karyawan. - Menghitung budget.
Untuk training sendiri biasa ada budgetnya. Sebagai contoh tiket jaman jahiliyah budgetnya 600 juta per tahun. Sayangnya waktu itu tidak transparan budgetingnya dan hanya segelintir orang yang tahu termasuk gw. - Ikatan dinas.
Biasanya ikatan dinas bersifat mengikat (ya iyalah). Yang perlu diperhatikan sendiri adalah lamanya ikatan dinas, denda jika tidak bisa memenuhi kewajiban ikatan dinas dan hak-hak yang diperoleh selama ikatan dinas (takutnya setelah diikat, tidak naik gaji, tidak dapat bonus atau malah tidak dapat THR). - Sharing knowledge.
Tujuan dari training itu sendiri adalah mengambil ilmu dari luar untuk digunakan kepentingan diri sendiri dan juga perusahaan. Jadi pada akhirnya setelah pulang dari dinas, akan diminta untuk sharing ilmu yang didapat maka sebisa mungkin training yang dipilih masih dekat dengan keseharian yang dijalani supaya tidak lompat terlalu jauh.
Sebelum menyetujui untuk mengambil ikatan dinas, gw agak kaget karena waktu itu kontrak ikatan dinasnya awalnya hanya 1 tahun berubah menjadi 2 tahun. Gw pun akhirnya meminta ke Ko Nat untuk ngobrol dengan Bapak Jonggi Manalu alias Opung atau biasa kami panggil Orang Tua (emang udah tua ya) yang merupakan CEO tiket.com saat itu. Beliau merasa bahwa ikatan dinas 1 tahun terlalu pendek dan tidak hanya mengubah klausul lama ikatan dinas, beliau juga mengubah denda ikatan dinas yang tadinya 1x menjadi 2x dan tidak bersifat prorate yang artinya jika gw resign pada masa ikatan dinas sisa 1 bulan, gw tetap harus membayar 2x biaya yang dikeluarkan pada masa itu, sungguh sangat membagongkan orang tua ini. Pada saat itu, gw sempat bertanya, jika gw mengajukan training di antara waktu dinas tersebut apakah masi diperbolehkan, beliau pun menjawab tentu saja boleh dan TIDAK PERLU ADA IKATAN DINAS LAGI (sengaja gw bold dan huruf besar semua) yang membuat gw akhirnya menyetujui untuk mengambil ikatan dinas tersebut.
Lompat dulu ke tahun 2016 akhir (lompat dulu ya, gw akan bikin cerita terpisah nanti), waktu itu beberapa anak dev ingin mengajukan untuk ikut conference PHP di Filipina karena cukup dekat dan masih di Asia Tenggara. Dengan anggapan dekat dan masih sangat relevan terhadap knowledge yang kita gunakan dalam keseharian, kami pun mengajukan training ke pak Rahendra Putra yang merupakan bos HR saat itu (orang dengan tingkat Opungisme paling tinggi di tiket karena selalu opang opung mulu). Gw pun sempat PD karena selama masih dalam ikatan dinas, gw tidak perlu ikut ikatan dinas lagi dan anggota tim yang lain saat itu beranggapan ikatan dinas paling lama mungkin cuma 1 tahun. Ketika ngobrol dengan pak Hendra, dia pun bilang bahwa tetap akan kena ikatan dinas dengan rules yang sama seperti gw ke Korea Selatan. Sontak orang-orang pada kaget dan enggan untuk pergi, dan tentu saja gw bilang bahwa tahun 2015, Opung alias Orang Tua secara verbal mengatakan bahwa yang sudah dalam ikatan dinas tidak perlu ikatan dinas lagi. Lalu jawaban pak Hendra adalah ini merupakan permintaan Opung jadi pasti jawabannya sama aja kalau nanya ke Orang Tua langsung. Semenjak saat itu, gw tidak pernah lagi percaya request verbal tanpa menunjukkan bukti tertulis karena sekelas level CEO aja omongan tidak bisa dipegang.
Kembali lagi ke perjalanan dinas, sebenarnya diluar dari masalah CEO dan tim HR (bukan people ya, karena people baru ada tahun 2019). Gw juga sempet dapat banyak ledekan karena selain conferencenya lebih ke arah infra (bukan devops ya pas jaman jahiliyah), gw diikat selama 2 tahun. Ya waktu itu gw terima aja karena perjalanan ke luar negeri adalah salah satu yang gw cari, selain itu juga selama tiket masih fair membayar gw maka tidak masalah juga. Untuk budgetingnya sendiri waktu itu total habis kurang lebih IDR 32,000,000 / orang sudah termasuk dengan biaya pesawat terbang, penginapan, conference dan uang saku. Oh iya, perjalanan dinas kali ini gw pergi berdua dengan teman kantor gw si Elbert. Setelah urusan administrasi selesai yang berikutnya adalah membuat visa.
Sekarang pembuatan visa hampir semua melalui agen bernama VFS, kalau pada masa itu, gw harus langsung ke kedutaan besarnya. Yang paling lucu adalah kedutaan besar Korea Selatan harus masuk melalui pintu belakang apabila ingin membuat visa. Jadi pintu depannya hanya untuk tamu kedutaan saja. Waktu itu, kami pun akhirnya pergi ke pintu belakang dan lucunya lagi ternyata itu masuk komplek perumahan dan hanya yang tinggal disitu yang bisa masuk. Jadinya kami harus parkir motor di depan pintu kecil dan baru bisa masuk ke kedutaannya. Disana pun sudah ramai dengan agen-agen travel (sebenarnya calo sih) yang bisa membantu untuk membuatkan visa. Yang gokil adalah kalau pakai jasa mereka, tidak ada jaminan bahwa visa nya tembus karena keputusan ada di tangan kedutaan. Lalu uangnya harus dibayar di depan. Benar-benar kampret emang ini. Yang perlu diperhatikan ketika membuat visa terutama yang kebutuhannya adalah bisnis trip (bukan wisata) adalah sebagai berikut.
- Tiket pesawat pulang pergi. (standard seperti pergi wisata)
- Tiket menginap selama di Korea Selatan. (standard seperti pergi wisata)
- Itinerary perjalanan. (standard seperti pergi wisata)
- Dokumen pembayaran conference. (khusus untuk business trip)
- Surat pengantar dari pihak penyelenggara conference. (khusus untuk business trip)
- Paspor yang sudah pernah memiliki visa dari negara lain. (standard seperti pergi wisata)
Yang gw baru tahu adalah perjalanan gw ke Thailand tidak dihitung sebagai visa yang dapat diperhitungkan. Mengapa demikian? karena sifatnya adalah visa on arrival. Jadi pihak kedutaan membutuhkan visa yang dikeluarkan langsung oleh pihak kedutaan seperti visa Jepang, Korea Selatan, Amerika dan lain-lain. Visa seperti Singapura, dan negara ASEAN lain tidak dapat diperhitungkan. Karena waktu itu gw dan Elbert masi newbie, akhirnya kami memilih menggunakan jasa calo, untuk biaya pembuatan visa sendiri waktu itu adalah IDR 560,000, dan jika menggunakan calo maka biayanya adalah IDR 750,000. Setelah semua syarat terpenuhi akhirnya gw memberikan berkasnya ke calo tersebut dan menunggu sekitar 5 hari kerja sampai visanya jadi. Untuk contoh reference letternya sebagai berikut.
Setelah mengurus visa, yang berikutnya adalah mengatur itinerary perjalanan. Ini merupakan bagian penting karena kami akan pergi ke negara orang lain yang bahasa dasarnya bukan bahasa Inggris dan kami belum pernah kesana juga sebelumnya. Dengan menyiapkan jadwal, hal ini akan mempermudah kami dalam melakukan pergerakan. Sebagai informasi conferencenya sendiri tidak diadakan di kota Seoul melainkan Daejeon, supaya lebih gampang dicerna seperti Jakarta dan Bandung. Jadi kalau kami pergi ke Seoul, berarti kami baru sampai ke Jakarta sedangkan kami harus menuju ke Daejeon yang berarti di Bandung. Ketika menyusun itinerary, kami lebih memilih untuk menggunakan transportasi kereta cepat daripada menggunakan pesawat karena harus melakukan transit terlebih dahulu.
Sesampainya di Seoul, kami mendapatkan kesempatan untuk beristirahat dulu selama 1 hari disana sebelum melanjutkan kepergian menuju Daejeon. Disana kami lebih memilih untuk melakukan eksplorasi kota Seoul terlebih dahulu seperti mengunjungi obyek-obyek wisata yang terkenal disana. Tidak lupa juga kami harus membeli tiket kereta cepat untuk menuju Daejeon. Untuk harganya sendiri jika dikonversi ke rupiah sekitar IDR 300,000 per orang per sekali jalan. Menurut gw ini termasuk murah karena dibayarin oleh kantor LOL. Perjalanan keretanya sendiri memakan waktu sekitar 1.5 jam. Buat yang belum tahu, jika kereta cepat di Jepang disebut Shinkansen, maka di Korea Selatan disebut dengan nama Korail. Setelah berkeliling di kota Seoul, keesokan harinya kami pun berangkat menuju kota Daejeon.
Untuk menuju kota Daejeon, kami harus menuju Seoul Station karena keretanya hanya ada disana. Gambaran umumnya adalah itu kayak manggarai sekarang, semua kereta keluar daerah dipooling disana. Oh iya, keretanya sendiri sangat tepat waktu, jadi jangan sampai datang terlambat karena tiketnya bisa hangus. Sesampainya di Daejeon, kami pun langsung mencari hotel tempat kami akan menginap. Setelah menaruh barang di hotel, langkah berikutnya adalah langsung datang ke KAIST untuk melakukan survey tempat supaya pas hari H tidak salah venue. Untuk menuju kesana, cukup menggunakan bus saja. Yang menarik sebenarnya kami survey sekaligus menghadiri undangan dinner dari penyelenggara conference tersebut. Tentu saja kami sikat saja waktu itu LOL.
Untuk susunan acaranya sendiri adalah sebagai berikut.
Dari sekian banyak pembicara, ternyata ada 1 orang Indonesia, namanya mas Aris Risdianto. Gw dan Elbert sempet ketemu sama orang ini dan makan bareng dengannya. Beliau ini merupakan mahasiswa S3 di GIST (bukan di KAIST). Setelah sekian lama ngobrol bahasa inggris, akhirnya ada juga orang yang bisa diajak ngomong bahasa Indonesia LOL.Tidak hanya ketemu dengan mas Aris, kami pun juga berkenalan dengan seorang India bernama Aneesh Kumar yang merupakan salah satu pembicara di acara ini. Yang menarik adalah dia bukan lah seorang akademisi melainkan hanya tim RND dari salah satu perusahaan. Selain itu juga ternyata kami juga tinggal di hotel yang sama, jadi setelah balik dari conference dan berangkat conference hari kedua kami pun pergi bersamaan dengannya. Si Aneesh juga bercerita kalau dia selalu kagum dengan bus yang ada di Korea Selatan karena menurutnya busnya sangat bagus dibanding dengan negaranya LOL (kayaknya mirip-mirip metromini di Jakarta).
Banyak sekali pengalaman yang didapat ketika bertemu dengan orang-orang pintar dari berbagai negara yang ingin mempelajari teknologi baru. Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan ketika bisa mengobrol dengan orang-orang tersebut dan berbagi pengalaman mengenai teknologi yang berkembang saat itu. Semoga pada tahun-tahun yang akan datang mendapatkan kesempatan lagi seperti ini.
Sebagai bonus, gw akan kasih foto gw ketika berada di KAIST (supaya tidak dikira bohong LOL).
Cerita berikutnya gw akan bercerita mengenai cerita horor yang gw alami di kantor baru tiket di jalan salak.